Rencana yang pertama dalam Persatuan Indonesia ini mempunyai sifat rencana “pembuka”. Pembuka untuk segenap perbuatan, daya-upaya dan usaha, yang oleh Persatuan Indonesia akan disajikan di hadapan duli kita punya Ibu, yakni kita punya Tanah-Air, – sebagai suatu “pendahuluan” daripada segenap perbuatan dan fi’il yang akan ia sajikan di dalam kita punya perjoangan ke arah kemerdekaan Tanah-Air dan Bangsa.
Bagaimanakah sifatnya kita punya perjoangan itu?
Kita punya perjoangan pada hakekatnya ialah perjoangan Rokh; ia ialah perjoangan Semangat; ia ialah perjoangan Geest. Ia ialah suatu perjoangan yang dalam awalnya lebih dulu harus menaruh alas-alas dan sendi-sendinya tiap-tiap perbuatan dan usaha yang harus kita lakukan untuk mencapai kemerdekaan itu; alas-alas yang berupa Rokh-Merdeka dan Semangat-Merdeka, yang harus dan musti kita bangun-bangunkan, harus dan musti kita hidup-hidupkan dan kita bangkit-bangkitkan, bilamana kita ingin akan berhasilnya perbuatan dan fi’il tahadi. Sebab selama Rokh dan Semangat ini belum bangun dan hidup dan bangkit, – selama Rokh dan Semangat yang berada di dalam hati-sanubari kita masih mati, selama Rokh itu masih Rokh perbudakan, – selama itu akan sia-sialah perbuatan dan usaha kita, ya, selama itu tak dapatlah kita melahirkan suatu perbuatan dan usaha yang luhur. Sebab perbuatan tidak bisa luhur dan besar, jikalau ia tidak terpikul oleh Rokh dan Semangat yang luhur dan besar pula adanya!
Oleh karena itu, maka kita pertama-tama haruslah mengabdi pada Rokh dan Semangat itu. Rokh-Muda dan Semangat-Muda, yang harus menyerapi dan mewahyui segenap kita punya tindakan dan segenap kita punya perbuatan.
Jikalau Rokh ini sudah bangun, jikalau Rokh ini sudah bangkit, maka tiadalah kekuatan duniawi yang dapat menghalang-halangi bangkit dan geraknya, tiadalah kekuatan duniawi yang dapat memadamkan nyalanya! Dapatkah ditahan alirannya gelombang kekeristenan oleh kelaliman dan kekuasaan Nero, sesudah Rokh dan Semangat kekeristenan itu bangkit? Dapatkah ditahan kekuatannya gelombang keislaman, sesudah Rokh dan Semangat keislaman itu tertanam dan hidup? Dapatkah ditahan majunya demokrasi Perancis, sesudah rakyat Perancis terserapi hati sanubarinya oleh Rokh kedemokrasiannya Jean Jacques Rousseau, yang sebagai penulis Thomas Carlyle mengatakan “boleh” ditutup di dalam loteng, ditertawakan sebagai binatang yang kejangkitan syaitan, disuruh mati kelaparan sebagai binatang buas dalam kerangkengnya, – tetapi yang tak bisa dihalang-halangi membikin terbakarnya dunia? Dapatkah ditahan geraknya kaum buruh di Eropah mencari kemerdekaan, sesudah Rokh kaum buruh itu hidup dan bangkit di bawah wahyu sosialisme dan komunisme9 Sebagaimana kepala Sang Kumbakarna masih hidup menggelundung walaupun sudah terlepas daripada badannya, maka Geest-nya manusia tidak dapat dibinasakan pula!
Bahwasanya, tiada satu rakyat yang dapat diperbudak, jikalau Rokhnya tidak mau diperbudak. Tiada satu rakyat yang tidak menjadi merdeka, jikalau Rokhnya mau merdeka. “Tiada satu kelaliman yang dapat merantai sesuatu Rokh, jikalau Rokh itu, tidak mau dirantai”, – begitulah pendekar India Sarojini Naidu berkata.
Sebaliknya tiada satu rakyat yang dapat menggugurkan bebannya nasib tak merdeka, jikalau Rokhnya masih mau memikul beban itu. “Walaupun dewa-dewapun tak dapat memerdekakan seorang budak belian, jikalau hatinya tidak berkobar-kobar dengan api keinginan merdeka”, begitulah Sarojini Naidu mengatakan pula. Dengan apa yang tertulis di atas ini, maka tergambarlah sifatnya kita punya perjoangan.
Jikalau kita ingin mendidik rakyat Indonesia ke arah kebebasan dan kemerdekaan, jikalau kita ingin mendidik rakyat Indonesia menjadi t u a n di atas dirinya sendiri, maka pertama-tama haruslah kita membangun-bangunkan dan membangkit-bangkitkan dalam hati-sanubari rakyat Indonesia itu ia punya Rokh dan Semangat menjadi Rokh-Merdeka dan Semangat-Merdeka yang sekeras-kerasnya, yang harus pula kita hidup-hidupkan menjadi api kemauan–merdeka yang sehidup-hidupnya! Sebab hanya Rokh-Merdeka dan Semangat-Merdeka yang sudah bangkit menjadi Kemauan–Merdeka sahajalah yang dapat melahirkan sesuatu perbuatan Merdeka yang berhasil.
Di dalam membangunkan dan membangkitkan Rokhnya rakyat Indonesia inilah kewajiban semua nasionalis Indonesia, dari azas apa dan haluan apapun jua. Tiap-tiap nasionalis Indonesia haruslah menjadi propagandisnya kita punya Zaak (urusan, kepentingan), – menebarkan benih dan bijinya kita punya Zaak itu ke kanan dan ke kiri, membangun-bangunkan dalam hati-sanubari tiap-tiap orang Indonesia yang ia jumpai ia punya Rokh-Merdeka dan Semangat-Merdeka, agar supaya Rokh dan Semangat yang kini menyala-nyala di dalam hati-sanubari sebagian dari rakyat Indonesia itu, dengan segera menyala-nyala pula di dalam hati-sanubari setiap orang Indonesia baik laki-laki maupun perempuan, baik rendah derajat maupun tinggi,- artinya: agar supaya Rokh dan Semangat itu menjadi Rokh dan Semangat rakyat Indonesia semua, yakni Rokh dan Semangat nasional, nationale geest!
Dan jikalau Rokh nasional itu sudah hidup dan bangkit, jikalau hati-sanubari segenap rakyat ‘Indonesia sebagai bangsa atau natie sudah berkobar-kobar oleh apinya Rokh itu, maka kemauan merdeka yang kini berapi di dalam hati-sanubarinya sebagian daripada rakyat Indonesia itu harus pula melebar dan mendalam menjadi berapi di dalam hati-sanubarinya semua rakyat Indonesia, yakni menjadi kemauan nasional, nationale wil,- yang tidak boleh tidak, pasti melahirkan perbuatan dan fi’il nasional pula, nationale daad! Dan percayalah! Nationale daad inilah yang menjadi pembawanya Indonesia-Merdeka!
Dalam usaha membangun-bangunkan dan membangkit-bangkitkan Rokh dan Semangat nasional ini, maka nasionalis-nasionalis kita tidak boleh lalai, bahwa tiap-tiap geraknya Rokh-Nasional hanyalah bisa terjadi, jikalau rakyat itu mempunyai harapan atas berhasilnya usaha kekuatan sendiri dan mempunyai kepercayaan dalam kekuatan sendiri itu. Tiada contoh daripada riwayat-dunia, yang menunjukkan adanya sesuatu Rokh-Nasional, yang tidak terpikul oleh harapan dan kepercayaan ini.
Tiada contoh daripada riwayat-dunia, yang menunjukkan berbangkitnya sesuatu Rokh-Nasional, yang dengan cara yang buta atau ngawur. Sebab sesuatu bangsa yang kokoh-kuat ia punya harapan dan kepercayaan atas dirinya sendiri, tidaklah berbuat dengan cara buta atau ngawur; siapa percaya, tidaklah pahit-hati; siapa percaya adalah berbuat tentu. Siapa percaya, tidaklah kejangkitan geestelijk dan maatschappelijk nihilisme, tidaklah ada di dalam kegelapan, tidaklah buta, tidaklah putus-asa, melainkan berbesar hati dan berketentuan tindak, bersenyum atas segenap rintangan-rintangan yang menghalang-halanginya.
Oleh karena itu, maka pertama-tama haruslah kita bangunkan kernball kepada rakyat Indonesia harapan dan kepercayaan atas diri sendiri. Sebab sebagai yang saya tuliskan di atas, harapan dan kepercayaan atas diri sendiri itulah yang menjadi sendinya tiap-tiap Rokh-Nasional.
Nasib celaka yang diderita oleh rakyat Indonesia berabad-abad lamanya, nasib tak merdeka yang ia derita turun-temurun, nasib ini hampir-hampir sudahlah membinasakan sama-sekali harapan dan kepercayaan itu. Tak sedikitlah bangsa kita yang tiada harapan sama-sekali; tak sedikitlah bangsa kita yang berputus-asa; tak sedikit pulalah yang dalam kegelapan dan kebingungannya dijangkiti oleh maatschappelijk dan geestelijk nihilisme. Akan tetapi sudah banyaklah pula yang hatinya berseri-serian dengan harapan dan kepercayaan itu … Fajar kini sudah mulai menyingsing!
Kegembiraan hati untuk menerima khotbahnya propaganda nasional Indonesia sudahlah terbangunkan di mana-mana. Dan walaupun majunya semangat nasional Indonesia itu dirintang-rintangi oleh fihak yang merasa rugi-diri oleh karenanya, walaupun ia mendapat anti-propaganda yang keras daripada fihak yang merasa terancam kepentingannya, maka tak dapat tertahanlah ia dalam bangkit dan geraknya. Semangat tidaklah dapat mati; semangat tidaklah dapat dipadamkan. Dan kita, kaum nasional Indonesia, yang melihat dan ikut merasai majunya semangat ini, kita menjadi berbesar hati oleh karenanya.
Kita berjalan terus, dengan tidak mundur selangkah, tidak berkisar sejari. Kita percaya bahwa satu kali pastilah datang saatnya; yang kita punya maksud akan tercapai. Sebab sebagai Arabindo Ghose menulis di dalam ia punya manifes atas nasionalisme India, maka “Kebenaran adalah pada kita, keadilan adalah pada kita, pekerti adalah pada kita, dan hukum Allah yang lebih tinggi daripada hukum manusia, adalah membenarkan kita punya tindakan”.
Keyakinan yang demikian inilah yang memberi kekuatan bathin pada kita, memberi kekuatan tindakan pada kita, memberi kekuatan bersenyum pada kita, pada saat rintangan sekeras-kerasnya …
“Suluh Indonesia Muda”, 1928