Salam Merdeka adalah Salam Milik Bangsa Indonesia


Ada kesan selama ini seakan-akan pekik “Merdeka” itu identik dengan salam sebuah partai politik. Akan tetapi, jika kita rajin menelisik sejarah, rupanya pekik “Merdeka” itu adalah salam nasional bangsa Indonesia.

Penetapan pekik ‘merdeka’ sebagai salam nasional bangsa Indonesia diputuskan melalui Maklumat pemerintah tanggal 31 Agustus 1945. Lalu, salam nasional ini resmi berlaku sejak tanggal 1 September 1945.

Namun, akibat proses depolitisasi dan desukarnoisme selama 32 tahun, salam nasional ini tidak pernah diucapkan lagi. Ironisnya, sebagian orang di generasi sekarang menganggap salam nasional itu hanya identik dengan slogan politik milik PNI dan PDIP.

Bung Karnolah yang mempopulerkan pekik “Merdeka” ini. Kemana-mana ia membakar semangat rakyat dengan pekik ‘Merdeka’. Selain semboyan seperti “Sekali Merdeka Tetap Merdeka” atau “Merdeka atau Mati”.

Menurut Wasekjend PDI Perjuangan, Achmad Basarah, meskipun tidak dipraktekkan lagi sejak era orde baru, namun sejak rezim orde baru hingga sekarang ini tak satupun Presiden yang mencabut maklumat tanggal 31 Agustus 1945 itu.

“Secara yuridis ketatanegaraan, maklumat pemerintah itu tetap berlaku sebagai aturan main ketatanegaraan kita. Salam nasional itu masih sah sebagai salamnya bangsa Indonesia,” kata Achmad Basarah.

Di dalam Maklumat pemerintah tanggal 31 Agustus 1945 itu dijelaskan tentang tata-cara pengucapan salam nasional itu. Namun, untuk lebih jelasnya, anda juga bisa melihat peragaan salam nasional itu di sini.

“Tangan kanan naik setinggi telinga. Jari lima bersatu. Apakah artinya itu? Negara kita telah merdeka. Suara mengguntur mengucapkan salam nasional: Merdeka!,” begitulah tata-cara sederhana pengucapan salam nasional itu.

Pada tanggal 24 September 1955, di Surabaya, Bung Karno menjelaskan filosofi di balik pekik ‘Merdeka’ itu:

“Pekik merdeka, saudara-saudara, adalah “pekik pengikat”. Dan bukan saja pekik pengikat, melainkan adalah cetusan daripada bangsa yang berkuasa sendiri, dengan tiada ikatan imprealisme—dengan tiada ikatan penjajahan sedikit pun. Maka oleh karena itu, saudara-saudara, terutama sekali fase revolusi nasional kita sekarang ini, fase revolusi nasional belum selesai, jangan lupa kepada pekik merdeka! Tiap-tiap kali kita berjumpa satu sama lain, pekikkanlah pekik “merdeka”!

Versi Achmad Basarah menyebutkan, setelah Bung Karno dan bangsa Indonesia sukses menyelenggarakan Konferensi Asia-Afrika, maka salam atau pekik merdeka itu pun diucapkan dengan tangan terkepal.

(Sumber : berdikarionline.com)

Post a Comment

Previous Post Next Post