Manakah yang benar: Soekarno (dengan ejaan lama) atau Sukarno? Ini pertanyaan sederhana, dan jawabannya juga sederhana. Tapi orang sering salah menyebutnya.
Ketika Bung Karno lahir, pada 6 Juni 1901, kedua orangtuanya memberi nama Koesno Sosrodihardjo. Namun, ketika umur lima tahun, Bung Karno sakit-sakitan.
Orang Jawa mempercayai, jika anak kecil sakit-sakitan terus, namanya perlu diganti. Maka, oleh ayahandanya, nama Koesno diganti menjadi Soekarno.
Nah, nama Seokarno terinspirasi dari seorang panglima perang dalam kisah Bharata Yudha: Karna.Nama “Karna” menjadi “Karno” karena dalam bahasa Jawa huruf “a” berubah menjadi “o”. Sedangkan awalan “su” memiliki arti “baik”.
Saat menjadi presiden, Bung Karno ingin agar dipanggil Sukarno saja–tanpa huruf o dan e. Sebab, menurutnya, nama tersebut menggunakan ejaan penjajah Belanda.
Meski demikian, Bung Karno tetap menggunakan nama Soekarno dalam tanda tangannya.Selain karena ada dalam Teks Proklamasi Kemerdekaan, tanda tangan tersebut sulit diubahnya.
“Waktu di sekolah tanda tanganku dieja Soekarno—menurut ejaan Belanda. Setelah Indonesia merdeka aku memerintahkan supaya segala ejaan “OE” kembali ke “U”.”
“Ejaan dari perkataan Soekarno sekarang menjadi Sukarno. Akan tetapi, tidak mudah untuk mengubah tanda tangan setelah berumur 50 tahun. Jadi kalau aku sendiri menulis tanda tanganku, aku masih menulis S‐O‐E.”
Begitulah lika-liku nama Bung Karno.Dari penelusuran kami di mesin pencari Google, nama Soekarno nyatanya masih lebih popoler ketimbang Sukarno.
(Sumber : sukarno.org)