Kamis (23/4/2015), sedikitnya 20.000 masyarakat Indonesia dan delegasi dari negara-negara di Asia dan Afrika memainkan angklung bersama-sama. Uniknya, menghadapi acara besar tersebut tidak diperlukan latihan.
“Itulah uniknya angklung. Bahkan Presiden pertama kita, Bung Karno mengatakan, angklung merupakan alat pemersatu,” ujar pemilik Saung Angklung Udjo (SAU), Taufik Udjo.
Taufik menjelaskan, dahulu, pencipta angklung Daeng Soetigna kerap diajak Bung Karno pada beberapa kegiatan. Salah satunya, Konferensi Asia Afrika (KAA) 1955.
“Saat itu di hadapan para delegasi di Gedung Merdeka, Pak Daeng mengajak para tamu berinteraktif memainkan angklung. Para tamu begitu antusias dan menikmati permainan,” tutur Taufik.
Saat itu, Bung Karno mengatakan, angklung menjadi alat pemersatu yang menimbulkan rasa kebersamaan, pemersatu, dan harmoninya begitu indah. Ungkapan sang proklamator itu bukannya tanpa alasan. Sebab, sambung Taufik, bermain angklung memiliki nilai filosofis yang tinggi. Bagaimana seseorang harus memiliki rasa toleransi yang tinggi agar angklung mengeluarkan suara yang indah.
“Bermain angklung itu saling mengerti agar tercipta harmonisasi. Karena angklung tidak bisa dimainkan sendiri-sendiri,” bebernya.
Dalam acara puncak KAA 2015 di Gedung Merdeka, angklung pun kembali diperdengarkan. Alat musik tradisional ini mengiringi paduan suara Universitas Padjadjaran. Namun bedanya, tidak dijadwalkan permainan interaktif seperti jaman Bung Karno.
(sumber: kompas.com)