Antara Sukarno, Bima dan “Oetoesan Hindia”


Tidak hanya pandai berpidato, Sukarno muda juga piawai menyampaikan gagasan-gagasannya melalui tulisan. Ia menulis rutin di surat kabar Oetoesan Hindia yang diterbitkan Sarekat Islam di bawah asuhan Tjokroaminoto.
Dalam menulis, Sukarno tidak menggunakan nama terang. Ia menggunakan nama pena. Hal ini dilakukan karena Sukarno merupakan siswa sekolah Belanda Hogere Burger School (HBS). Sebaliknya, Oetoesan Hindia terbit untuk tujuan “merobohkan” Pemerintah Belanda.
“Aku kembali kepada Mahabharata untuk memperoleh nama samaranku. Aku memilih nama “Bima” yang berarti ‘Prajurit Besar’ dan juga berarti keberanian dan kepahlawanan,” kata Sukarno.
Selama di Surabaya, Sukarno mengaku telah menghasilkan 500 tulisan di Oetoesan Hindia.Seantero negeri membincangkan tulisannya. Tapi tak banyak yang tahu bahwa itu ditulis siswa HBS bernama Sukarno.
Ibu Sukarno tidak tahu karena tidak bisa membaca dan menulis. Sedangkan bapak Sukarno, yang guru, pun tidak tahu.Menurut Sukarno, jika tahu, orangtuanya pasti tidak setuju karena tulisan itu membahayakan studinya.
“Memang benar, bahwa keinginan mereka yang paling besar adalah agar aku menjadi pemimpin dari rakyat, akan tetapi tidak dalam usia semuda itu. Tidak dalam usia yang begitu muda, yang akan membahayakan pendidikanku di masa yang akan datang.”
“Aku tidak akan memberanikan diri menyampaikan kepada mereka, bahwa Karno kecil dan Bima yang gagah berani adalah satu.”
(Sumber : sukarno.org)

Post a Comment

Previous Post Next Post